S
Aku Shena. Perempuan
yang mengaku tidak bisa lari dari masa lalu.
Dia cinta pertamaku dan hatiku masih memilihnya walau empat tahun telah
berlalu. Perpisahan setahun lalu yang
membuat aku dan dia sekarang berada di kota yang berbeda malah memperburuk keadaan. You
know, jarak membuatku semakin rindu kepadanya.
R
Gue Rexy. Lelaki yang
tidak pernah melupakan cinta pertamanya.
Gue jatuh cinta sama dia sejak empat tahun yang lalu. Sekarang dia sudah bukan di kota yang sama
dengan gue lagi. Dia lanjut sekolah di
kota lain, ikut keluarganya. Kadang gue
kangen juga sama dia.
S
Tapi, aku berselisih pendapat dengan sahabatku—termasuk
dia—dan membuat mereka membenciku. Sudah
setahun aku tidak berkomunikasi dengan mereka.
Dan aku merindukan mereka. Tawa
hingga tangis telah kulewati bersama mereka selama tiga tahun. Bagaimana mungkin aku bisa melupakan?
R
Meskipun gue jatuh cinta sama dia empat tahun yang lalu,
setahun yang lalu—tepatnya dua bulan sebelum kepindahannya, gue dan
sahabat-sahabat gue—yang adalah sahabat dia juga jadi benci banget sama
dia. Pengkhianat. Bermuka dua.
Tahunya menusuk sahabat sendiri dari belakang. Gue benci dia, waktu itu. Tapi kenapa sekarang semuanya berubah?
S
Di sini banyak sahabatku yang jauh lebih baik dari mereka,
tetapi mereka punya arti dan tempat tersendiri di hatiku. Terkadang aku teringat mereka dan aku
menangis. Apa rasa benci di dada
sebegitu kuat sehingga membuat mereka menanyakan kabarku saja tidak sudi? Aku tidak pernah mengemis maaf kepada mereka,
aku hanya ingin sahabatku kembali.
Salahkah aku berharap?
R
Gue tidak bisa lupa sama dia. Bagaimanapun, gue pernah sayang sama
dia. Ehm, atau mungkin masih
sayang? Gue belum bisa pastikan. For
God’s sake, dia cinta pertama gue.
Tapi berhubungan lagi sama dia, gue bisa ikutan dibenci sama sahabat gue
yang lain. Gue pengecut? Iya.
Gue mengorbankan perasaan demi keadaan.
S
Rexy Ali Dinendra.
Dia (mantan) sahabat sekaligus cinta pertamaku. Playlist
lagu di ponselku yang selalu memutar lagu Raisa, atau James Arthur – Impossible bahkan mempunyai kekuatan
untuk membuat airmataku menetes. Itu
lagu-lagu kesukaannya yang selalu dinyanyikannya di ruang kelas dulu.
R
Shena Kharissa. Itu
nama dia. Cinta pertama gue. Gue sering teringat dia kalau dengar sesuatu
tentang Kota Yogyakarta, tempat dia berada sekarang. Gue juga sering teringat dia sewaktu lagi makan
bareng sahabat gue. Dulu kalau makan
bareng, dia selalu menumpuk piring kotor di meja, kebiasaannya di rumah yang
sering membantu ibunya. Lalu gue akan
bilang, “Lo aja sekalian yang nyuci.
Biar makan gratis.” Detik berikutnya gue akan menjerit kesakitan karena
rambut gue yang memang agak panjang ditarik sama dia. Gue kangen momen bareng dia.
S
Apa yang lebih buruk daripada kehilanganmu, Rexy? Aku harus merindukanmu diam-diam. Aku membenci diriku sendiri yang masih
sanggup mencintaimu sedalam ini, padahal kau membenciku setengah mati. Kau, Rexy, yang selalu kudoakan ketika aku
berbicara dengan Tuhan. Kuharap kau
baik-baik saja. Berbahagialah.
R
Untuk Shena yang berkilometer jauhnya dari gue sekarang, gue
minta maaf. Gue tidak membenci lo
lagi. Tapi, gue belum cukup berani untuk
hubungi lo. Padahal gue kangen sama
lo. Gue kangen kita main bareng. Sukses ya, lo di sana. Lelaki Jogja banyak yang lebih baik daripada
gue. Gue selalu doain elo yang terbaik.
Dan mereka hanya bisa
saling mendoakan, berharap takdir berbaik hati mempertemukan mereka lagi di
ujung jalan.
Love it, dear! Aku jadi dapat inspirasi nih dari tulisanmu. Thank you! Keep writing, okay! :* <3
ReplyDelete